Bupati Aceh Selatan, Mirwan, menjadi sorotan tajam publik dan pemerintah pusat setelah diketahui menunaikan ibadah umrah di Arab Saudi, di tengah kondisi wilayahnya yang sedang dilanda bencana banjir dan tanah longsor. Kepergian Mirwan viral di media sosial karena dianggap mencederai etika kepemimpinan darurat, terutama setelah ia sendiri telah mengeluarkan Surat Pernyataan Ketidaksanggupan dalam penanganan tanggap darurat bencana.
Surat pernyataan tersebut, yang diterbitkan pada 27 November 2025, secara resmi menegaskan bahwa Kabupaten Aceh Selatan membutuhkan dukungan penanganan dari pemerintah provinsi dan pusat.
BACA JUGA : Prioritas Pemulihan Layanan Vital: Pemerintah Kirim Genset ke RS Takengon dengan Helikopter BNPB
Klarifikasi Bupati dan Respon Mendagri
Menanggapi kritik keras, Mirwan membantah bahwa dirinya mengabaikan penderitaan warganya. Ia menjelaskan bahwa keberangkatannya ke Tanah Suci merupakan pemenuhan nazar pribadi. Mirwan mengklaim telah memastikan situasi di lapangan terkendali sebelum ia meninggalkan wilayahnya.
“Sebelum saya berangkat, saya sudah turun langsung mengecek kondisi masyarakat terdampak banjir dan memastikan seluruh OPD bekerja sesuai alur komando,” ujar Mirwan dalam keterangan tertulis. Ia menambahkan, “Dari hasil koordinasi, situasi saat itu terkendali sehingga saya dapat menunaikan nazar saya untuk melaksanakan ibadah umrah.”
Namun, klaim tersebut segera dibantah oleh fakta-fakta prosedural dari pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian disebut telah menghubungi Mirwan secara langsung untuk meminta klarifikasi.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Benni Irwan, mengungkapkan hasil komunikasi tersebut pada Sabtu (6/12/2025). “Bapak Mendagri sudah telepon langsung,” kata Benni.
Pelanggaran Prosedur Izin Ke Luar Negeri
Hasil klarifikasi Kemendagri mengungkap adanya pelanggaran prosedur administratif yang signifikan. Benni Irwan menjelaskan bahwa Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, tidak memberikan izin kepada Bupati Mirwan untuk melakukan perjalanan ke luar negeri.
Penolakan izin tersebut bahkan telah dituangkan dalam Surat Nomor 100.1.4.2/18413 tertanggal 28 November 2025. Alasan penolakan tegas, yaitu karena Aceh secara keseluruhan sedang berada dalam status tanggap darurat bencana hidrometeorologi, dan Aceh Selatan sendiri telah menetapkan status darurat banjir dan longsor berdasarkan keputusan bupati.
“Yang bersangkutan mengaku tidak ada izin gubernur maupun Mendagri untuk umrah dan akan pulang besok,” lanjut Benni, merujuk pada pengakuan Mirwan.
Inspektorat Jenderal Turun Tangan
Kemendagri menyampaikan keprihatinan mendalam atas keputusan Mirwan meninggalkan wilayahnya saat warga masih terdampak bencana. Kapuspen Benni Irwan menekankan betapa pentingnya kehadiran fisik seorang kepala daerah di tengah masyarakat ketika penanganan darurat masih berlangsung.
“Kita ketahui bersama, Kabupaten Aceh Selatan adalah salah satu wilayah di Provinsi Aceh yang terdampak bencana alam banjir dan tanah longsor,” ujar Benni. Menurutnya, “Kehadiran dan keberadaan kepala daerah sangat dibutuhkan di tengah-tengah warga masyarakatnya,” tegasnya, untuk memastikan proses penanganan dan pemulihan berjalan cepat.
Sebagai tindak lanjut, Kemendagri telah menugaskan tim dari Inspektorat Jenderal (Itjen) untuk melakukan pemeriksaan terhadap Mirwan setibanya kembali di Tanah Air. Pemeriksaan ini akan berfokus pada kepatuhan terhadap seluruh prosedur, kewenangan, dan ketentuan hukum yang berlaku bagi kepala daerah, terutama terkait izin ke luar negeri di masa darurat bencana. Hasil pemeriksaan Itjen Kemendagri akan menentukan sanksi administratif yang akan dikenakan kepada Bupati Aceh Selatan Mirwan.
