Jakarta Utara – Trotoar di sepanjang Jalan Syech Nawawi Al-Bantani, Cilincing, Jakarta Utara, telah bertahun-tahun beralih fungsi secara masif, didominasi oleh lapak-lapak tukang tambal ban untuk truk kontainer. Konflik antara hak pejalan kaki dan kebutuhan vital sektor logistik ini menciptakan dilema penataan ruang publik yang kompleks bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
BACA JUGA : Perkembangan Investigasi Kebakaran Terra Drone: 8 Saksi Diperiksa, Pemilik Perusahaan Belum Ditemukan
Okupansi Trotoar dan Penggusuran Pejalan Kaki
Jalur pejalan kaki di jalan ini praktis hilang. Puluhan lapak tukang tambal ban kontainer menggelar peralatan berat, mulai dari mesin kompresor, velg, hingga tumpukan ban bekas berukuran raksasa. Selain itu, trotoar juga ditempati oleh warung tendaan dan perkakas warga.
Akibat okupansi ini, pejalan kaki tidak memiliki pilihan lain selain berjalan di bahu jalan, yang merupakan jalur padat kendaraan berat seperti kontainer dan truk trailer. Kondisi ini jelas menimbulkan risiko keselamatan yang tinggi bagi warga.
Argumentasi Penyelamat Lalu Lintas
Para tukang tambal ban berargumen bahwa keberadaan mereka di trotoar adalah sebuah keniscayaan fungsional dan penyelamat lalu lintas. Napitupulu (28), salah seorang tukang tambal ban, berdalih bahwa jika mereka ditertibkan, sopir truk yang mengalami ban bocor akan terpaksa berhenti di tengah jalan dan memicu kemacetan parah di jalur logistik utama tersebut.
Jalan Syech Nawawi Al-Bantani memang merupakan urat nadi transportasi logistik, dan hampir setiap hari puluhan truk mengalami masalah ban. Manurung (45), tukang tambal ban lainnya, mengaku dapat melayani hingga 10-15 truk per hari. Mereka membuka lapak atas inisiatif sendiri dan tanpa membayar sewa, alias gratis.
Pandangan ini didukung oleh para sopir truk. Sinaga (36), salah satu sopir, menegaskan bahwa layanan tambal ban di lokasi itu sangat vital. Ban truk kontainer bisa bocor hingga tiga kali dalam seminggu akibat muatan berat dan kondisi jalan yang berlubang. Biaya tambal ban hanya Rp 50.000, sementara kerusakan yang lebih parah yang memaksa penggantian ban luar bisa membengkak hingga Rp 2.000.000 per ban. Oleh karena itu, bagi sopir, keberadaan lapak tambal ban ini harus dipertahankan.
Hambatan Revitalisasi dan Regulasi yang Jelas
Kepala Suku Dinas Bina Marga Jakarta Utara, Darwin Ali, mengakui bahwa trotoar di lokasi ini belum ramah pejalan kaki. Darwin menunjuk okupansi trotoar sebagai kendala utama dalam upaya revitalisasi trotoar. Tanpa penertiban, proyek penataan dan perbaikan trotoar akan sulit dilaksanakan. Selain masalah okupansi, revitalisasi juga terhambat oleh prioritas anggaran yang lebih berfokus pada lokasi yang mendukung konektivitas publik (sekolah, stasiun, terminal, dll.).
Terlepas dari dilema di lapangan, regulasi fungsi trotoar sangatlah jelas. Pengamat Tata Kota, M. Azis Muslim, mengingatkan bahwa trotoar adalah hak mutlak pejalan kaki yang diatur tegas dalam:
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 yang mewajibkan penyediaan trotoar di jalan dengan intensitas dan kecepatan lalu lintas tinggi.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum.
Solusi: Penataan Ulang dan Penegakan Hukum
Azis Muslim berpendapat bahwa jika Jakarta ingin menjadi kota global, fasilitas publik harus ramah, termasuk bagi penyandang disabilitas. Ia menegaskan bahwa segala bentuk aktivitas yang mengganggu fungsi trotoar harus dilarang.
Solusi yang ditawarkan adalah Pemerintah perlu menyiapkan tempat khusus yang mudah dijangkau bagi para tukang tambal ban kontainer, sehingga aktivitas mereka dapat diakomodasi tanpa mengorbankan hak pejalan kaki dan ketertiban umum.
Azis juga mendesak Pemerintah Daerah untuk menindak tegas pelanggaran okupansi trotoar, tanpa melakukan pembiaran. Prinsip penataan ruang publik yang efisien dan penegakan regulasi harus diutamakan, untuk mencegah potensi pelanggaran lain seperti parkir liar yang dapat memperparah kemacetan di area tersebut. Trotoar yang layak, sekalipun jarang dilintasi pejalan kaki, harus tetap disediakan sesuai amanat regulasi.
