Kerusakan parah akibat banjir besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah memicu gerakan cepat dari berbagai lembaga negara untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang terbawa arus. Kehadiran log-log kayu ini menimbulkan sorotan tajam terhadap dugaan kerusakan lingkungan, termasuk aktivitas pembalakan liar (illegal logging) dan alih fungsi hutan.
Sejumlah aparat dan kementerian yang terlibat dalam pengusutan ini meliputi:
- Polri (melalui Bareskrim dan Satgas)
- Kejaksaan Agung (Kejagung)
- TNI (melalui Satgas PKH)
- Kementerian Kehutanan
- Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
BACA JUGA : Dikhianati Rasa Iba: Sopir Gelapkan Rp 600 Juta Uang Sahabatnya untuk Judi Online
Bareskrim Polri Memimpin Penyelidikan
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menjadi institusi pertama yang secara resmi mengumumkan penyelidikan terhadap temuan kayu gelondongan di lokasi bencana. “Sedang penyelidikan,” kata Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Komitmen ini dipertegas oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo usai bertemu secara tertutup dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. Kapolri menyatakan bahwa Polri akan mendalami secara serius dugaan pembalakan liar sebagai salah satu faktor penyebab bencana.
“Kami akan melakukan pendalaman terlebih dahulu bersama-sama dengan tim,” ujar Sigit, Kamis (4/12/2025). Ia menambahkan bahwa personel Polri telah diterjunkan untuk mengusut temuan di lapangan dan akan bergabung dengan tim gabungan dari Kemenhut dan lembaga lain.
Kapolri memberikan instruksi jelas: “Dalam waktu cepat, saya minta untuk tim juga segera bergerak dari hulu sampai dengan hilir, khususnya di lokasi-lokasi yang memang kita dapati ada potensi-potensi yang harus kita tindak lanjuti karena adanya dugaan pelanggaran.”
Kolaborasi Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH)
Pengusutan ini diperkuat dengan mobilisasi Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang melibatkan Mabes TNI dan Kejaksaan Agung. Pembentukan Satgas ini didasarkan pada Perpres Nomor 5 Tahun 2025 yang bertujuan melakukan upaya penertiban di kawasan hutan.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah menjelaskan peran TNI dalam kolaborasi ini. “Sesuai dengan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 itu memang di Satgas PKH ini kita melakukan upaya-upaya penertiban,” katanya, Jumat (5/12/2025). Freddy menegaskan bahwa peran TNI adalah membantu mengamankan proses penegakan hukum, sementara kewenangan penegakan hukum sepenuhnya berada di tangan Kejaksaan Agung dan Polri.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengonfirmasi bahwa Satgas PKH telah bergerak cepat ke tiga wilayah terdampak, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Tim Satgas PKH juga sudah mulai bergerak dari mulai kemarin sudah bergerak di tiga wilayah itu,” kata Anang. Tujuan utama Satgas adalah mengecek lokasi yang diduga menjadi sumber kerusakan lingkungan. “Satgas PKH mendatangi beberapa lokasi yang diduga adanya perbuatan-perbuatan yang merusak lingkungan hidup sehingga rusaknya ekosistem,” tambahnya.
Meskipun fokus utama saat ini adalah pengecekan asal kayu gelondongan dan kondisi hutan, Anang belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai keterkaitan langsung antara banjir dengan aktivitas perusahaan, termasuk tambang.
Indikasi Awal dari Pembukaan Lahan Sawit
Di tengah pergerakan aparat, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol telah menyampaikan indikasi awal mengenai asal-usul sebagian kayu gelondongan tersebut. Menurut Hanif, log-log kayu tersebut adalah sisa dari kegiatan pembukaan kebun kelapa sawit.
“Ada indikasi pembukaan-pembukaan kebun sawit yang menyisakan log-log. Karena memang kan zero burning, sehingga kayu itu tidak dibakar, tapi dipinggirkan,” ujar Hanif di Gedung DPR, Rabu (3/12/2025).
Hanif menekankan bahwa praktik meminggirkan pohon yang ditebang, sebagai bagian dari kebijakan tanpa bakar, telah berubah menjadi bencana berlipat ganda. Gelondongan kayu yang dibiarkan itulah yang terseret arus banjir besar, memperparah kerusakan infrastruktur dan ekosistem.
“Ternyata banjirnya yang cukup besar mendorong itu (gelondongan kayu) menjadi bencana berlipat-lipat,” pungkasnya.
