Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menimbulkan duka mendalam dengan jumlah korban jiwa yang terus meningkat. Pemerintah akhirnya mengakui bahwa tragedi ini tidak semata-mata disebabkan oleh faktor cuaca ekstrem, melainkan diperparah oleh kerusakan lingkungan di kawasan hulu.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya, dalam jumpa pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Rabu (3/12/2025), secara eksplisit menyatakan, “Selain faktor cuaca yang ekstrem, tentunya ada faktor kerusakan lingkungan yang memperparah bencana.”

BACA JUGA : Wakil Presiden Gibran Percepat Distribusi Bantuan dan Pemulihan Infrastruktur Korban Banjir Sumatera

Data Korban Jiwa dan Kerusakan Signifikan

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, melaporkan bahwa hingga Rabu sore (3/12/2025), korban jiwa secara total telah mencapai 770 jiwa yang tervalidasi, dengan 463 jiwa masih dalam pencarian.

Rincian Korban Jiwa per Provinsi:

ProvinsiKorban MeninggalKorban Hilang
Aceh277 jiwa193 jiwa
Sumatera Utara299 jiwa159 jiwa
Sumatera Barat194 jiwa111 jiwa

Bencana ini juga berdampak langsung pada 3,2 juta warga di 50 kabupaten. Kerusakan infrastruktur yang tercatat juga sangat masif, termasuk rusaknya ribuan rumah (3.300 rusak berat), 45,48% jembatan, dan lebih dari 32% fasilitas pendidikan.

Temuan Kayu Gelondongan dan Investigasi Hukum

Di tengah fokus evakuasi, perhatian publik teralih pada temuan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir di hampir semua titik bencana. Pemerintah mengindikasikan bahwa keberadaan kayu-kayu ini merupakan bukti nyata adanya kerusakan ekologis di hulu sungai, diduga kuat akibat praktik pembalakan liar atau aktivitas pemanfaatan hutan yang tidak bertanggung jawab.

Menindaklanjuti indikasi ini, pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) segera memulai investigasi menyeluruh.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno mengonfirmasi bahwa Satgas PKH sudah mulai bekerja. “Saat ini, Satgas PKH sudah turun tangan menelusuri gelondongan kayu,” kata Pratikno.

Sejalan dengan hal tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan akan menurunkan tim gabungan untuk menyelidiki asal usul kayu. “Kalau ada pelanggaran hukum, akan diproses,” tegas Kapolri.

Penindakan Setelah Penanggulangan Darurat

Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah, yang juga menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, menegaskan komitmen untuk meneliti kondisi hutan di lokasi bencana. Namun, ia menyatakan bahwa penindakan hukum terhadap para pelanggar akan dilakukan setelah kondisi darurat dan kebutuhan mendesak masyarakat terdampak terpenuhi.

Data Kehilangan Hutan yang Mengkhawatirkan

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq memaparkan data mengejutkan dalam rapat bersama Komisi XIII DPR RI pada Rabu (3/12/2025), yang menguatkan dugaan kerusakan lingkungan sebagai pemicu bencana.

Kerusakan Kawasan Hutan (1990-2024):

  • Aceh kehilangan sekitar 14.000 hektar hutan.
  • Kawasan Batang Toru, Sumatera Utara, kehilangan 19.000 hektar.
  • Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera Barat kehilangan 10.521 hektar.

Hanif menyebutkan bahwa sedikitnya 7 hingga 8 perusahaan diduga kuat turut berkontribusi dalam perusakan kawasan hutan hingga memunculkan kayu gelondongan saat banjir. Kementerian LH akan memanggil pimpinan perusahaan-perusahaan tersebut mulai hari Senin untuk proses penyelidikan lebih lanjut. “Pemerintah tidak akan memberi celah kompromi terhadap setiap temuan pelanggaran,” tandas Hanif.

Desakan Pertanggungjawaban dan Moratorium Izin

Desakan penindakan hukum juga datang dari DPR RI. Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang, mendesak negara untuk meminta pertanggungjawaban dari aktor perusakan lingkungan, baik yang ilegal maupun yang legal. Ia memperkirakan kerugian materiil akibat bencana ini bisa mencapai lebih dari Rp 200 triliun.

Anggota legislatif lainnya juga menyampaikan usulan kebijakan strategis:

  • Alex Indra Lukman (Wakil Ketua Komisi IV): Mengusulkan pembentukan tim investigasi khusus, namun memprioritaskan penyelesaian masa tanggap darurat terlebih dahulu.
  • Firman Soebagyo (Anggota Komisi IV): Mengusulkan moratorium izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) dan evaluasi menyeluruh terhadap izin pemanfaatan lahan yang berpotensi merusak hutan lindung. Ia menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas pemegang konsesi, yang sering kali menjadi penyebab kerusakan lingkungan.

Meskipun demikian, muncul kekhawatiran bahwa proses hukum yang berlaku saat ini cenderung berlarut-larut dan kurang efektif dalam memberikan efek jera kepada pelaku perusakan lingkungan.