Jakarta – Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh London School of Economics (LSE) bekerja sama dengan perusahaan perangkat audio Jabra memprediksi pergeseran fundamental dalam cara generasi mendatang berinteraksi dengan teknologi. Generasi Alpha (Gen Alpha), yang lahir antara tahun 2010 hingga 2025 dan akan memasuki dunia kerja pada tahun 2028, diperkirakan akan lebih memilih untuk memberi perintah kepada Artificial Intelligence (AI) dengan mengobrol melalui suara daripada mengetik prompt dalam format teks.

Baca Juga : Tragedi Sumatera: Kekayaan untuk Oligarki, Bencana Ekologis untuk Rakyat

Prediksi ini didasarkan pada temuan bahwa Gen Alpha secara inheren lebih menyukai komunikasi berbasis suara, seperti pesan suara (voice note). Kebiasaan ini akan terbawa ke lingkungan kerja, di mana antarmuka berbasis suara yang memungkinkan interaksi seperti mengobrol akan menjadi cara dominan untuk memerintah AI generatif.

Kepercayaan dan Kolaborasi Meningkat Melalui Suara

Hasil studi menunjukkan indikasi kuat pergeseran preferensi ini:

  • Preferensi Suara: Sebanyak 14 persen peserta dalam studi menyatakan lebih menyukai suara (berbicara) dibandingkan mengetik saat berinteraksi dengan AI generatif.
  • Peningkatan Kepercayaan: Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa kepercayaan terhadap AI meningkat hingga 33 persen ketika peserta berinteraksi menggunakan suara dibandingkan teks.

Paul Septhon, Kepala Komunikasi Global Jabra, berpendapat bahwa di tempat kerja yang didukung AI, praktik mengetik hanya akan berfungsi sebagai tahap penelitian, bukan lagi sebagai proses utama dalam kreativitas.

Para peserta studi menilai bahwa “Interaksi suara membuat AI terasa seperti kolaborator, dibandingkan sekadar alat.”

Pergeseran ke interaksi suara ini, menurut LSE dan Jabra, mencerminkan cara manusia berpikir secara alami—cepat, berulang, dan komunikatif. Tren ini juga diperkirakan membuka gerbang kreativitas yang lebih spontan dan memungkinkan interaksi tanpa sentuhan saat bepergian atau bagi pekerja yang melakukan banyak tugas sekaligus.

Tantangan dan Pro Kontra Interaksi Suara

Meskipun masa depan penggunaan AI berbasis suara diprediksi semakin populer, praktik ini dinilai tidak akan sepenuhnya menggantikan komunikasi tertulis. Bahkan, prediksi tren mengobrol dengan AI lewat suara justru dinilai bisa menimbulkan masalah baru terkait efisiensi dan akuntabilitas.

Para ahli manajemen menyoroti beberapa kelemahan dari pesan suara:

  • Sulit Dipahami Sekilas: Profesor manajemen Fabrice Cavarretta dari ESSEC Business School berpendapat bahwa pesan suara kurang mudah dipahami sekilas dan kurang jelas, sehingga kata kuncinya sulit dicari.
  • Pengarsipan dan Pemrosesan: Cavarretta juga menilai pesan suara lebih sulit diarsipkan dan memerlukan pemrosesan yang lebih lama.
  • Isu Akuntabilitas: Bertrand Audrin dari EHL Hospitality Business School menekankan bahwa akuntabilitas perusahaan dapat terganggu jika pesan suara tidak ditranskrip. Pesan suara yang tidak permanen bisa menjadi masalah bagi perusahaan yang bergantung pada riwayat keputusan yang diarsipkan.

Mengacu pada pro dan kontra ini, tren mengobrol dengan AI di dunia kerja mungkin akan terjadi, tetapi tidak serta merta menggantikan praktik menulis teks. Ketika pesan suara diandalkan, pesan tersebut pada akhirnya akan tetap ditranskrip oleh AI ke dalam teks untuk tujuan pengarsipan dan kejelasan, seperti dihimpun KompasTekno dari Gizmochina.